Selasa, 17 Juli 2012

99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa


“Tentang kopi kesukaanmu, cappuccino, kopi itu bukan dari Italia. Aslinya berasal dari biji-biji kopi Turki yang tertinggal di medan perang di Kahlenberg. Hanya sebuah info pengetahuan kecil-kecilan. Assalamu’alaikum,” ujar Fatma sambil mencolek pipiku. Dia memunggungiku lalu meninggalkanku.

            Itulah sedikit cuplikan dari novel karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra yang berjudul “99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa.” Novel ini merupakan karya kedua dari Hanum Salsabiela rais dan kali ini Hanum menggandeng suaminya, Rangga Almahendra sebagai  penulis kedua. Secara garis besar, penulis menceritakan pengalaman-pengalamannya selama 3 tahun menemani sang suami belajar dan tinggal di Wina, Austria. Pengalaman apakah yang dituliskan? Tidak, novel ini tidak seperti novel-novel tentang Eropa lainnya. Novel ini membuka mata kita bahwa Eropa bukan hanya tentang Eiffel di Paris, Danube di Wina, ataupun Colloseum di Roma. Lebih dari sekedar itu. Dalam novel ini, penulis mengupas lebih dalam rahasia-rahasia yang tersimpan di benua biru itu.

            Novel ini dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu bagian I Wina, bagian II Paris, bagian II Cordoba dan Granada, dan bagian IV Istanbul. Di setiap bagian tersebut, penulis bercerita mengenai kunjungannya ke tempat-tempat bersejarah di kota tersebut. Namun, bukan wisata biasa yang akan kita nikmati di novel ini, melainkan wisata rohani yang akan lebih mengingatkan kita seberapa besar kekuasaan Islam di Eropa pada masa lalu. Kita akan banyak dibuat tercengang tentang rahasia-rahasia yang diungkapkan penulis dalam novel ini. Misalnya saja, sudahkah  kita tahu bahwa dalam sejarah Wina, Kara Mustafa disebut “Er war ein Mörder” (Dia adalah seorang pembunuh).

            Novel ini akan mengajak kita mengetahui sejarah peradaban Islam di Eropa, apa saja peninggalannya, bagaimana besarnya pengaruh Islam di kala itu, dan apa yang sekarang masih tersisa dari peradaban tersebut. Gaya bahasa yang ringan membuat kita serasa ikut dalam perjalanan Hanum menapaki peninggalan-peninggalan Islam di tempat-tempat yang ia kunjungi. Penulis membawa kita untuk bisa merasakan apa yang ia rasakan saat mengetahui fakta-fakta sejarah mengenai Islam di Eropa yang seringkali sangat menyentuh perasaan terdalamnya sebagai seorang muslim. Sering juga penulis menyisipkan pengetahuan-pengetahuan baru yang dapat memperkaya wawasan kita.

            Penulis mengajak kita berkeliling ke Kahlenberg, Wien Stadt Museum, dan Vienna Islamic Centre yang semuanya terletak di Austria. Di Perancis, ia mengajak kita berkeliling ke Section Islamic Art Gallery di Musee de Louvre, Arc de Triomphe du Carrousel, Le Grande Mosquee de Paris, Notre Dame, dan mengetahui apa itu Axe Historique. Penulis juga mengajak kita mengunjungi Spanyol, di antaranya ke Mezquita di Cordoba dan Al-Hambra di Granada. Serta, di bagian terakhir, yaitu Istanbul, Turki, ia mengajak kita ke Blue Mosque dan Hagia Sophia sebelum akhirnya mengajak kita bersama-sama merenung tentang siapa kita, Tuhan kita, dan hidup kita saat ia berkunjung ke rumah Allah di Mekah, Arab Saudi. Pengalaman-pengalaman berharga yang diceritakan penulis dalam novel ini juga akan memberikan pengalaman baru bagi pembaca untuk lebih aware terhadap sejarah Islam yang begitu besarnya di Eropa pada masa Kesultanan Ottoman dulu. 

            “Nasib Hagia Sophia berkebalikan dengan Mezquita di Cordoba. Hagia Sophia adalah Katedral Byzantium terbesar di Eropa yang kemudian menjadi masjid. Masjid itu memajang kaligrafi Allah, Muhammad, serta kalimat-kalimat ayat suci, tetapi tetap membiarkan lukisan-lukisan Yesus dan Maria serta elemen-elemen kekristenan bertengger di sana.”

            Novel ini mengajak kita untuk lebih menghargai sejarah dan menghilangkan semua dendam masa lalu agar kita, umat manusia, dapat bahu membahu menciptakan toleransi dan kepedulian antar sesama tanpa memandang lagi sakit hati di masa lalu. Dengan begitu, bumi pasti akan terasa lebih nyaman untuk ditinggali oleh seluruh umat dari golongan dan bangsa apapun. Selamat Membaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar