Jumat, 27 Juli 2012

POTRET TERINDAH DARI BALI Kisah Ni Wayan, Anak Pemulung yang Menjuarai Lomba Fotografi Internasional


Ini bukan melodi dari dentangan senar gitar
Bukan cerita tentang gesekan merdu biola
Ini hanya sepenggal kisah
Tentang rembulan yang tenggelam
Dan terjerembab pada pedih yang tak berkesudahan.
----Sepi
      Novel yang ditulis oleh Pande Komang Suryanita ini menceritakan tentang kisah nyata dari Ni Wayan Mertayani. Seorang remaja 14 tahun asal Bali. Ni Wayan Mertayani yang biasa dipanggil Sepi adalah anak dari seorang miskin di Bali dan ia telah ditinggal ayahnya meninggal saat ia masih kecil. Sepi menjalani kehidupan dengan ibu dan adik perempuannya, Jati, dalam sepi. Di pondok kecil di pesisir pantai Amed lah Sepi sekeluarga tinggal dengan segala keterbatasannya.
      Pribadinya yang ceria dan mudah bergaul menjadikannya cepat akrab dengan turis-turis asing yang terkadang singgah di gubug kecilnya. Keramahannya itulah yang akhirnya menghantarkan Sepi untuk dapat berkenalan dengan banyak turis yang mengunjungi pantai Amed. Sampai pada tahun 2002, Sepi berkenalan dengan seorang wanita Papua, Marrie yang membeli vila di dekat tempat tinggalnya. Sepi pun banyak berkenalan dengan teman-teman Marrie dan mendapatkan banyak pengalaman berharga dari mereka. Salah satunya bernama Dolly yang bekerja di Museum Anne Frank, Belanda dan memberi tahu Sepi adanya lomba foto internasional di sana. Dari Dolly lah Sepi mendapatkan pinjaman kamera dan akhirnya memenangkan lomba foto internasional tersebut. Sebagai juara pertama, Sepi akhirnya bisa terbang ke Belanda untuk menerima penghargaan dan hadiah yang dapat mengubah hidupnya.
      Begitulah, hanya dengan kamera pinjaman, Sepi dapat membuktikan pada dunia bahwa anak pesisir sepertinya dapat pula berkarya. Novel ini kaya akan pesan perjuangan dan begitu menyentuh perasaan pembaca. Pande Komang berusaha menghadirkan kisah nyata yang mengharu biru ke dalam sebuah tulisan yang dapat dinikmati oleh pembaca. Dan ia sukses melakukannya. Novel ini benar-benar memberikan pelajaran berharga tentang arti kesabaran, ketabahan, dan perjuangan. Kisah Sepi ini bisa menginspirasi pembaca tentang apa itu perjuangan dalam hidup. Tidak hanya mengumbar kisah kehidupan Sepi yang mengharukan, namun juga kisah kesuksesan Sepi dalam meraih kemenangan di Museum Anne Frank.

Selasa, 24 Juli 2012

Untukmu yang Masih Mengeluh dalam Kesejahteraan

Adik-adikku di seluruh Indonesia, apakah kalian masih sering mengeluhkan betapa menjemukannya duduk belajar di dalam kelas? Masihkah kalian sering mengeluh tentang betapa ketatnya peraturan sekolah? Ataukah mungkin, kalian sering membolos hanya karena hujan? Jika kalian menjawab iya, simaklah cerita kakak berikut ini.

Dua tahun yang lalu, kakak berkesempatan untuk KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Di sana, kakak bertemu dengan banyak murid-murid sekolah dasar seusia kalian. Tahukah kalian bahwa apa yang kalian keluhkan itu dapat menyakiti hati mereka?

Adik-adikku sayang, kakak akan mengajak kalian untuk membayangkan dan merasakan bagaimana jika kalian menjadi murid-murid sekolah dasar di daerah tersebut. Jika musim hujan tiba, mereka berangkat sekolah tanpa sepatu karena jalan menuju sekolah tergenang air. Tak ada sarana transportasi umum menuju sekolah mereka. Dengan ikhlas dan tetap semangat untuk menuntut ilmu, pagi-pagi sekali mereka berangkat ke sekolah meski harus menyeberangi banjir.

Gambar 1. Murid-murid harus melewati banjir untuk sampai ke sekolah


Sekarang, pejamkan mata kalian! Bayangkan apa yang kakak katakan! Di sekolah mereka, yang hanya ada satu sekolah dasar untuk dua dusun, fasilitasnya sangat sederhana, tidak semewah sekolah kalian. Murid kelas I dan kelas II diajar oleh guru yang sama secara bergantian karena mereka kekurangan tenaga pengajar. Yang lebih memprihatinkan adalah papan tulis di ruang kelas I tidak digantung di dinding, melainkan disandarkan di bawah. Sedangkan, murid-murid kelas II harus rela belajar di kelas tanpa bangku (lesehan) karena memang tidak ada bangku di kelas mereka. Dapatkah kalian membayangkannya?

Gambar 2. Papan tulis di ruang kelas I hanya disandarkan di bawah

Gambar 3. Ruang kelas II tanpa bangku


Kalian seharusnya malu dengan mereka. dalam keterbatasan tersebut, mereka tetap semangat belajar tanpa mengeluh. Bandingkan dengan diri kalian! Mereka juga tetap dapat berprestasi. Kalian? Ya, mereka memang harus mati-matian berjuang untuk dapat bersekolah karena jika mereka tidak berjuang, mereka sadar betul nasib mereka tidak akan pernah berubah. Mereka paham tentang arti perjuangan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

Adik-adikku sayang, kalian jangan mau kalah dari mereka. Kalau mereka bisa giat belajar demi masa depan meski dalam keterbatasan, kenapa kalian yang berkecukupan dengan berbagai kemudahan justru tidak bisa menjadi lebih baik? Setidaknya demi masa depan kalian sendiri.

Jadikan fasilitas yang kalian dapat, kecukupan materi, dan kemudahan teknologi di sekitas kalian sebagai senjata tambahan untuk terus mengembangkan diri. Itu semua tersedia dan dimudahkan oleh Tuhan bukan untuk membuat kalian malas. Melainkan untuk melecut semangat belajar kalian anak-anak Indonesia.

Lihatlah negeri ini, adik-adik. Kami semua, kakak-kakakmu, berharap kalianlah pemimpin kami kelak. Tapi, bukan pemimpin yang malas. Kakak berharap kalian generasi penerus yang dapat memimpin negeri ini dengan cerdas dan berwawasan luas. Kakak juga berharap pemimpin negeri ini kelak bukanlah orang yang lebih suka mengeluhkan segala sesuatu.

Bangkitlah adik-adikku sayang. Belum terlambat bagi kalian yang selama ini masih sering tidak mensyukuri setiap kemudahan yang kalian dapatkan, untuk memperbaiki diri. Masa depan kalian masih sangat panjang. Kakak menyayangimu dan akan terus mendukungmu. Semangat belajar, ya, Dik. Syukuri apa yang kalian punya dengan cara yang sempurna dan jadikan rasa syukur kalian itu untuk berbuat lebih demi diri kalian, orang-orang yang kalian sayangi, dan bangsa Indonesia kita tercinta. Terus belajar dan jadikan diri kalian sendiri sebagai alasan utama bagi kalian untuk terus berkembang. Indonesia menanti sumbang pemikiran kalian, adik-adikku. Kakak akan selalu mendukungmu. Jayalah terus anak-anak Indonesia!

Kamis, 19 Juli 2012

Antara Keguruan dan Sains Murni


Seringkali kita temui adanya pendapat yang menyatakan bahwa belajar sains murni misalnya matematika, kimia, fisika, maupun biologi pada Fakultas MIPA memiliki masa depan pekerjaan yang lebih buruk daripada belajar ilmu pendidikan matematika, misalnya, pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Hal itu mungkin didasarkan oleh kondisi di Indonesia sendiri. Seperti yang kita ketahui, selama ini peneliti di Indonesia kurang begitu mendapat perhatian jika dibandingkan dengan peneliti-peneliti di Negara lain.
                Seorang ekolog misalnya, di Indonesia profesi tersebut masih kalah tenar jika dibandingkan dengan dokter, dosen, pengusaha, atau bahkan juga guru. Padahal, dengan kekayaan alam Indonesia yang begitu berlimpah, kita memerlukan ekolog-ekolog yang dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan alam Indonesia agar tidak semakin rusak. Apadaya, masyarakat Indonesia selama ini masih sangat kurang menghargai peneliti-peneliti yang dengan gigih berusaha menciptakan terobosan-terobosan baru di berbagai bidang. Oleh karena itu, setiap mahasiswa jurusan matematika, kimia, fisika, biologi, dan ilmu alam lainnya pasti akan ditanya di mana jurusan tersebut bisa mengantarkannya ke suatu profesi yang bergengsi.
                Bandingkan dengan mahasiswa-mahasiswa yang belajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Secara awam sudah dapat diketahui bahwa mereka nantinya akan menjadi guru. Apalagi sekarang ini guru sudah mendapatkan kelayakan jaminan kehidupan yang lebih tinggi. Adanya kanaikan anggaran pendidikan sebesar 20% pada APBN juga berimbas pada peningkatan kesejahteraan guru. Maka dari itu, memang tidak dapat disalahkan bilamana sama-sama belajar biologi, misalnya, seseorang akan lebih memilih belajar pendidikan biologi daripada biologi murni. Bahkan tidak sedikit pula lulusan FMIPA, seorang sarjana Sains yang mengambil akta IV agar mendapatkan izin untuk mengajar.
                Adakah di antara kita yang pernah mengalami suatu dilema mengenai pilihan antara keguruan dan sains murni? Misalnya, seorang calon mahasiswa diterima di dua perguruan tinggi yang berbeda dengan dua jurusan yang sama. Perguruan tinggi yang pertama menerimanya di FKIP sedangkan perguruan tinggi yang kedua, yang notabene memiliki reputasi dan kualitas yang lebih baik daripada PT yang pertama, menerimanya di FMIPA, dengan studi yang sama. Calon mahasiswa tersebut pastinya tidak mudah untuk menentukan pilihan meskipun kualitas PT kedua jauh di atas PT pertama. Calon mahasiswa tersebut pastinya akan memikirkan sampai jauh ke depan, memikirkan peluang-peluang yang bisa didapatkan setelah lulus, membandingkan kesempatan yang lebih besar untuk bekerja nantinya, dan sebagainya. Jalan mana yang akhirnya di pilih, tidak hanya bergantung dari nama besar PT kedua melainkan pada pertimbangan-pertimbangan jauh ke depan.
                Tidak pernah rasanya kita mendengar anak kecil menjawab matematikawan, kimiawan, fisikawan, ataupun biolog saat ditanya apa cita-citanya kelak. Mereka akan lebih memilih dokter, pilot, guru, ataupun yang lain, profesi-profesi yang selama ini memang lebih keren di telinga. Masyarakat Indonesia memang lebih familiar dengan ilmu-ilmu terapan seperti kedokteran, pertanian, teknologi pangan, maupun teknik dibandingkan dengan ilmu-ilmu dasar di mana semua ilmu terapan tersebut berakar. Mungkin hal itulah yang menjadikan perkembangan Indonesia di bidang penelitian yang masih kurang dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Banyak sekali kita dengar adanya penemuan spesies hewan maupun tumbuhan baru di Indonesia. Tetapi, apakah kita pernah tahu bahwa sebagian besar penemuan itu justru lahir dari peneliti non-Indonesia? Yah, mungkin sekarang ini sudah saatnya kita mulai berbenah. Mulai membenahi rasa cinta kita kepada Indonesia, rasa kepemilikan kita terhadap alam Indonesia, dan rasa penasaran kita untuk melakukan penelitian dasar untuk menunjang ilmu-ilmu terapan lainnya. Mari mulai kita tingkatkan penghargaan kita pada peneliti-peneliti Indonesia agar beliau-beliau tidak memilih untuk mengabdi di negeri orang.

Rabu, 18 Juli 2012

INI JALANKU, MANA JALANMU?


Setiap orang memiliki jalannya sendiri. Mungkin memang ada beberapa yang tidak sengaja memilih jalan yang sekarang ini ia tapaki. Tetapi, tidak jarang juga yang menapaki jalan yang ia pilih sendiri. Ada yang menapaki jalan lurus tanpa hambatan, ada juga yang menapaki jalan terjal berliku dengan banyak hambatan menghadang. Ada yang sedang berjalan saat musim semi, musim panas, musim gugur, maupun musim dingin. Semuanya dengan kisahnya masing-masing, namun hanya satu hal yang pasti, musim semi tidak akan datang sebelum musim dingin berakhir.

            “Kehidupan ini ibarat jalan satu arah. Seberapa banyak pun perubahan rute yang Anda tempuh, tidak satupun akan membawa Anda kembali. Begitu Anda mengetahui dan menerima hal itu, kehidupan akan tampak menjadi jauh lebih sederhana.” (Isabel Moore)
            Ya, seperti itulah kehidupan. Terkadang begitu mudah memahaminya, tetapi tak jarang juga sulit memahami bagaimana gambaran kehidupan kita kelak. Setiap kali kita dituntut untuk memilih salah satu jalan yang tidak kita ketahui di mana ujungnya. Rute-rute panjang seringkali kita lewati tanpa kita tahu ke mana rute itu akan membawa kita. Rute terpanjang dan tersulit belum tentu akan membawa kita ke tujuan yang termanis. Begitu pun dengan rute yang terpendek dan termudah juga belum tentu akan membawa kita ke tujuan yang terburuk. Terkadang dengan melewati jalan yang mudah kita bisa mencapai hasil yang besar. Namun, tidak sedikit pula saat kita melewati jalan penuh rintangan dan hasil yang kita capai tidak sebesar yang kita harapkan.
            Hidup memang penuh pilihan, seperti banyaknya jalan di perkotaan. Banyak percabangan jalan, banyak pula jalan bebas hambatan. Tinggal kita memilih ingin melewati jalan yang mana. Orang yang optimis pasti selalu berani memilih jalan yang banyak dihindari oleh orang lain. Tidak peduli seberapa sulitnya jalan itu, seorang yang optimis pasti akan berusaha menghadapi setiap hambatan yang menghadang pada jalan yang dipilihnya. Mereka percaya bahwa tantanganlah yang akan mendewasakan mereka dan jika mereka dapat melalui tantangan tersebut, maka mereka akan mendapatkan pengalaman yang berharga yang bisa mereka gunakan untuk menghadapi tantangan berikutnya. Seorang yang optimis selalu akan berani untuk melangkah, berbeda dengan seorang pesimis yang selalu takut untuk memulai langkah baru. Seorang yang optimis tidak pernah takut gagal karena dia akan berusaha sebaik mungkin untuk menghindari kegagalan, namun kalaupun akhirnya dia gagal, kegagalan itu akan dianggapnya sebagai keberhasilan yang tertunda dan pembelajaran agar tidak jatuh di lubang yang sama ke depannya.
            “Kemenangan kita yang paling besar bukanlah karena kita tidak pernah jatuh, melainkan karena kita bangkit setiap kali kita jatuh.” (Confunus)
            Jangan pernah takut untuk melangkah. Kalaupun di langkah yang pertama ini kita belum dapat mencapai target kita, masih ada langkah kedua, ketiga, dan seterusnya. Ingatlah bahwa Thomas Alva Edison pun harus gagal berkali-kali sebelum akhirnya dapat menemukan bohlam lampu. Jangan pernah menyerah saat mengalami kegagalan karena kita tidak pernah tahu seberapa dekat keberhasilan kita saat itu. Bisa jadi keberhasilan kita berada tepat di belakang kegagalan itu. Hanya saja kita kurang sabar untuk menanti datangnya keberhasilan itu. Ingat, kegagalan hanyalah keberhasilan yang tertunda, dia hanya numpang lewat saja di kehidupan kita. Kegagalan-kegagalan yang pernah menghampiri kita akan menguatkan jiwa kita. Kegagalan itulah yang nantinya akan menjadi pengalaman yang paling berharga karena kegagalan merupakan ujian bagi seberapa besar kesungguhan dan keyakinan kita untuk berhasil. Ujian-ujian kegagalan tersebut yang akan memperbesar keyakinan kita akan kekuatan Allah SWT. Seperti Socrates pernah berkata, “Unexamined life is not worth living.” Kehidupan tanpa ujian adalah kehidupan yang tak layak untuk dihidupi. Hanya ujian-ujian yang diberikan Allah SWT  kepada kita yang menunjukkan seberapa besar tekad kita untuk berhasil.
            Apa yang harus kita lakukan saat kita gagal? Berhenti sejenak dan berfikir,”Bagian manakah yang salah saya kerjakan sehingga menghasilkan kegagalan ini?” Lalu, perbaiki dan mulai lagi dengan lebih hati-hati menghindari kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya. Jangan pernah mengutuki diri sendiri akibat kegagalan yang terjadi. Jangan pula menumbuhkan sifat iri dan dengki setiap kali melihat teman-teman kita yang sudah sukses mendahului kita. Lihatlah pula ke bawah, jangan selalu memandang ke atas. Dengan sesekali memandang ke bawah, kita akan lebih mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Kegagalan yang terjadi itupun suatu nikmat dari Allah agar nantinya kita dapat bangkit lagi dengan kekuatan yang lebih besar. Ingatlah perkataan Mario Teguh bahwa satu-satunya jalan untuk membalas kekalahan kita dari orang lain adalah SUKSES.
            Nah, bagaimana kita dapat meraih kesuksesan itu? Ya, tentunya dengan memilih jalan yang benar meskipun berliku dan dengan terus ihtiar dan tawakal kepada Allah. Jangan pernah memilih jalan-jalan singkat untuk mencapai target yang diinginkan karena biasanya yang cepat naik itulah yang nantinya juga cepat turun. Berusahalah sekuat tenaga dan kemampuan dalam menapaki setiap jengkal jalan yang telah kita pilih. Hindari godaan-godaan untuk berpaling pada hal lain yang dapat membuyarkan tujuan akhir kita. Hindari juga kemalasan yang seringkali membunuh jiwa pejuang kita. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu al-Jauzi,
            “Kemalasan untuk mendapatkan kemuliaan merupakan teman yang paling jelek. Cinta kepada istirahat dapat menyebabkan penyesalan yang melenyapkan segala kelezatan. Oleh karena itu, sesalilah kesia-siaan yang telah kamu lakukan dan bersungguh-sungguhlah menggapai kesempurnaan selama kamu masih memiliki waktu. Ingatlah saat-saat kamu kehilangan waktu dan cukuplah itu sebagai pelajaran. Pada saat itu, manisnya kemalasan hilang dan kemuliaan dunia sirna. Terkadang cita-cita itu melemah, tetapi jika digerakkan, dia akan berjalan lagi. Tidaklah semangat itu berhenti kecuali karena kerendahannya. Oleh karena itu, jika cita-citamu meninggi, maka janganlah puas dengan sesuatu yang rendah.”
            Begitulah, setiap kali kita gagal, ingatlah untuk bangkit lagi. Setiap kali kita melewati jalan yang salah, jangan lupa untuk mencari persimpangan yang dapat mengantarkan kita pada jalan yang benar untuk menggapai cita-cita. Setiap rute yang telah kita lalui, di kanan kirinya akan kita temui berbagai rupa manusia dan kejadian, jadikan itu sebagai pengalaman dan pembelajaran yang dapat membentuk kita sebagai pribadi yang lebih baik, yang bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk, serta dapat memompa semangat kita yang seringkali redup untuk fokus pada tujuan demi menggapai ridho Allah SWT. Percayalah pada Allah, Tuhan kita, percaya bahwa disetiap ujian dariNya terselip hikmah besar yang akan membesarkan hati kita dan membentuk jiwa kita sebagai hambaNya yang tahan akan badai kehidupan yang sering menerpa.

The Journeys: Kisah Perjalanan Para Pencerita


               Pasti sudah banyak kisah-kisah perjalanan yang sering Anda baca di rumah. Entah perjalanan dalam ataupun luar negeri. The Journeys pun menceritakan kisah-kisah perjalanan di berbagai wilayah. Bedanya, kisah perjalanan yang ditulis dalam The Journeys bukanlah kisah perjalanan yang selama ini sering kita temui di novel-novel perjalanan. Kisah-kisah perjalanan dalam The Journeys tidak melulu soal tempat-tempat indah dan terkenal di dunia, namun menceritakan pengalaman-pengalaman berharga penulis di suatu wilayah yang mungkin selama ini tidak pernah terbayang di benak kita akan menjadi tujuan perjalanan.
                “Hal paling menarik dari melakukan perjalanan adalah menemukan. Pada perjalanan panjang-panjang itu, dan mungkin juga singkat, kita hanya berharap menemukan. Menemukan sesuatu untuk dibawa pulang. Mungkin juga dikenang lalu diceritakan.”
                Yang lebih menarik lagi dari novel perjalanan ini adalah banyaknya pencerita yang bercerita. Novel ini memuat 12 kisah perjalanan dari 12 pencerita yang berbeda. Adhitya Mulya, Alexander Thian, Farida Susanty, Gama Harjono, Ferdiriva Hamzah, Okke ‘Sepatu Merah’, Raditya Dika, Trinity, Valiant Budi, Ve Handojo, Windy Ariestanty, dan Winna Efendi. Mereka dengan karakternya, cara bertuturnya, dan kisahnya masing-masing memberikan warna yang sangat berbeda dalam novel ini. Mulai dari Karimun Jawa sampai ke Amerika, semuanya lengkap diceritakan dalam novel perjalanan ini.
                Gaya bercerita yang ringan dan menyenangkan akan membawa kita masuk ke kisah yang mereka tuturkan. Bukan hanya tentang indah dan menyenangkannya perjalanan mereka, tapi juga tentang pengalaman-pengalaman berharga yang mereka dapatkan dari tempat-tempat yang bukan tempat utama tujuan wisata yang biasa kita kenal di negara-negara tertentu. Semuanya tersusun rapi dalam The Journeys. Bersiaplah untuk merasakan sensasi kisah perjalanan yang totally different. Happy reading. J

Selasa, 17 Juli 2012

THE DOCTOR: Catatan Hati Seorang Dokter

Apakah Anda sering beranggapan  bahwa menjadi dokter berarti menjadi kaya? Apakah Anda juga pernah menganggap dokter  sebagai profesi dengan banyak keuntungan? Singkirkan semua pikiran itu sebelum Anda membaca karya Triharnoto yaitu “The Doctor: Catatan Hati Seorang Dokter.” Karena penulisnya juga berprofesi sebagai dokter, maka Anda akan menemukan banyak sekali realita di balik kehidupan dokter yang sesungguhnya.
            Menurut penulis, kehidupan dokter tidak seindah yang dibayangkan banyak orang. Di dalamnya terdapat banyak sekali intrik yang mungkin bagi orang awam tidak masuk akal. Dokter seringkali menerima pandangan miring dari masyarakat. Pandangan bahwa dokter merupakan salah satu profesi yang banyak mengeruk keuntungan dari jasanya. Terkadang bahkan masyarakat beranggapan bahwa menjadi dokter itu enak, hanya periksa sebentar uang langsung di tangan. Benarkah begitu mudahnya kehidupan dokter? Tidak pernahkah Anda mendengar banyaknya dokter yang dituntut oleh pasien karena malpraktik ataupun pelayanan yang tidak memuaskan? Tidak pernahkah pula Anda mencoba mencari tahu bagaimana kehidupan sehari-hari seorang dokter yang seringkali harus berhadapan dengan pasien-pasien yang terlalu banyak tuntutan?
            Dokter pun manusia yang tidak lepas dari salah. Dalam buku ini, dijelaskan tentang bagaimana hubungan ideal antara dokter dan pasien yang seharusnya. Penulis juga menuliskan pengalaman-pengalaman selama menjadi dokter, pengalaman menangani berbagai pasien penyakit yang berbeda, pengalaman menghadapi keluarga pasien, dan pengalaman harus memperjuangkan nyawa pasien. Anda mungkin tidak membayangkan sebelumnya bagaimana rasanya menjadi dokter yang harus bekerja dalam keterbatasan alat dan SDM di saat pasien tidak mau tahu keterbatasan tersebut dan hanya meninggikan egonya. Sebelumnya mungkin Anda juga sering berkata,”Ah, berobat di dokter X itu mahal sekali obatnya.” Namun, pernahkah Anda berpikir bahwa sekarang ini obat-obatan dan alat-alat kesehatan merupakan salah satu komoditas industri terbesar di dunia? Sudahkan Anda tahu adanya perbedaan antara obat original/paten, obat mitu, dan obat generik?    
           Penulis mengupas secara tuntas mengenai semua realita kehidupan seorang dokter menurut pengalaman dan pandangan penulis. Semua ditulis dalam bahasa sederhana yang mudah dipahami dan sangat mengena. Penulis juga menyisipkan pengetahuan-pengetahuan mengenai dunia kedokteran dengan bahasa yang ringan. Buku ini bukanlah bentuk pembelaan diri penulis sebagai seorang dokter, namun buku ini berusaha memberikan gambaran yang gamblang mengenai kehidupan dokter yang sesungguhnya. Setelah membaca buku ini diharapkan tidak ada lagi kesalahpahaman antara dokter dan pasien serta diharapkan dapat meningkatkan komunikasi yang lebih baik antara dokter dan pasiennya. Semua itu tentunya tidak terlepas dari harapan agar di masa yang akan datang tidak terjadi lagi kasus-kasus seperti yang dialami oleh Prita Mulyasari. Selamat Membaca.