Sabtu, 13 April 2013

Pemikiran di Tengah Malam, Saat Hati Terbuka dan Mata Terjaga


Tidak tahu kenapa, tiba-tiba akhir-akhir ini saya lebih sering berpikir mengenai hidup. Mengenai saya dan orang-orang di sekeliling saya. Teman-teman saya mengajarkan banyak hal kepada saya, pun begitu orang-orang yang tidak saya kenal sebelumnya. Hari ini, Sabtu, 13 April 2013, saya menyelesaikan satu buku yang (lagi-lagi) mampu memaksa saya untuk meneteskan air mata saat membacanya. Bagian yang paling membuat air mata mengalir adalah saat penulis mengisahkan bagaimana perasaannya ketika tawaf wada’ di Ka’bah. Dari situ saya berpikir, dan otomatis berdoa, semoga saat saya diberikan rejeki untuk ke tanah suci besok, saya diberangkatkan pada waktu dan bersama orang terbaik.
            Pemikiran saya tidak berhenti sampai di situ. Seorang sahabat mengirimkan pesan pendek pada saya. Beliau berkata (yang sangat saya anggap doa), “Harus berjuang terus, biar sukses seperti kamuuu.” Saya benar-benar hanya bisa meng-Aamiin-i apa yang sahabat saya katakan. Dari situ, pikiran saya lagi-lagi melayang. Bagaimana bisa, saya yang seperti ini, bahkan berdiri dengan kaki sendiri saja belum bisa, dianggap sukses?? Di lihat dari sisi mana?? Tapi ya sudahlah, anggap saja itu sebagai doa. Terima kasih dude. :D Dan tentu saja saya diingatkan untuk bersyukur oleh Allah lewat ucapan sahabat saya tersebut. Karena semakin kita bersyukur, maka akan semakin besar nikmat dan karunia-Nya.
            Sungguh kata-kata memang bisa sangat mempengaruhi saya. Mungkin saya memang bukan seorang yang pintar berkata-kata. Dilahirkan dan dibesarkan sebagai salah satu bagian dari Asia memang membuat saya bertumbuh seperti layaknya orang Asia lainnya. Tidak terbiasa menyampaikan ide-ide. Cenderung lebih nyaman menuliskan kata daripada mengucap kata. Ya, mungkin tidak semua orang Asia seperti itu. But, Asian is in my blood. So, I would rather be silent than speak too much. Itulah mungkin yang membuat saya sulit tertebak. Namun, terkadang itu mengasikkan saat saya memang sedang butuh memendam sesuatu. Orang-orang seperti saya akan cenderung lebih pandai menyimpan rasa apapun.
            Kembali ke konteks awal, mungkin saya termasuk salah satu pemuja kata yang seringkali menuntun saya pada sebuah pemikiran. Saya tidak mudah melupakan apa yang orang-orang sampaikan ke saya, termasuk janji yang pasti akan selalu saya ingat jika belum tertunai. Kata-kata memang refleksi hati, bahkan refleksi diri. Jadi, berhati-hatilah dalam berkata-kata. Berhati-hatilah dalam mengucap janji. Terutama pada pengingat seperti saya. Bukan apa-apa, tapi saat kita berusaha untuk menepati janji kita, pasti kita juga akan berharap orang-orang menepati janjinya pada kita. See?? So do I. Dari situ saya belajar untuk memahami bahwa tidak semua yang kita inginkan akan berjalan sesuai keinginan kita. Ada banyak factor dalam hidup ini yang seringkali membuat kita berpikir adanya ketidakseimbangan dalam take and give dalam hidup  kita. Tapi, bukankan dari situlah Allah mengajari kita ilmu ikhlas??
            Mari saya tunjukkan kenapa akhir-akhir ini saya menjadi lebih sering berpikir mengenai hidup, bahkan saat saya menggosok gigi malam tadi, saya menghabiskan waktu lebih lama karena saya pun berpikir saat itu (yang ini memang saya merasa nyaman berpikir saat menggosok gigi). :D Pemikiran saya tentang hidup selalu bermula dari kata-kata, entah itu yang terucap dari mulut teman atau sahabat saya, maupun kata-kata yang teruntai dalam lembaran-lembaran buku yang saya baca. Kata per kata yang saya baca atau dengar, sedikit banyak akan melekat dalam pikiran saya.
            Saya teringat beberapa malam yang lalu, saat saya mengingatkan seorang teman yang jam biologisnya kacau. Selalu tidur setelah lewat dini hari. Di saat itu pula saya seperti mengeluarkan kata-kata untuk diri sendiri saat teman saya balik bertanya apakah jam biologis saya tidak kacau. Dia mengingatkan saya bagaimana kebiasaan saya bangun tengah malam setelah hanya tidur 2-3 jam dan akan bertahan sampai pagi. Saat teman saya tersebut bertanya apakah yang saya biasa lakukan saat bangun di tengah malam tersebut, jujur saya sedikit terhenyak. Dan saya berpikir. Apa yang benar-benar saya lakukan di malam-malam saya biasanya. Ya, saya menjawab dengan gurauan bahwa saya biasanya membaca, nonton TV, atau online (ini benar adanya) saat saya bangun di tengah malam yang sunyi. Tapi memang tidak jarang pula saya bangun untuk menyelesaikan tugas ataupun belajar untuk ujian.
            Obrolan itu sedikit banyak mengantarkan saya pada pemikiran, sudahkah saya melakukan hal yang benar saat saya dengan sukarela mengorbankan jam tidur saya yang seharusnya sangat menyenangkan itu? Seorang Ustadz berkata bahwa malam yang panjangnya 12 jam memiliki 3 bagian. Pada 4 jam pertama (18.00-22.00) adalah waktu untuk belajar sebanyak-banyaknya, 4 jam kedua (22.00-02.00) adalah waktu untuk memenuhi hak istirahat tubuh, dan 4 jam ketiga (02.00-06.00) adalah waktu untuk hak untuk beribadah. Saya mengingat kembali. Biasanya saya terbangun di jam-jam 12.00 atau 01.00 tengah malam dan itu masih di 4 jam yang kedua. Saat di mana seharusnya saya masih terlelap. Tapi tidak bisa, jujur. Ya, saya menyerah, sepertinya jam biologis saya perlu diperbaiki.
            Dan alih-alih melakukan hal yang tidak bermanfaat di malam-malam saya, kini saya bisa sedikit lebih produktif dengan memanfaatkan segarnya otak saya di waktu malam untuk menyelesaikan sesuatu atau untuk sekedar menimbang baik buruknya sesuatu yang akan, sedang, ataupun telah saya lakukan. Termasuk menimbang bagaimana interaksi saya dengan orang-orang di sekeliling saya. Mungkin saya memang belum bisa menjadi teman, sahabat, atau sekedar classmate yang baik. Tapi, dari pemikiran-pemikiran saya di setiap malam, saya terus berusaha untuk memperbaiki diri. Saya akan berusaha untuk lebih ikhlas dalam setiap ucapan maaf yang saya lontarkan serta lebih ikhlas dalam setiap keputusan memaafkan yang saya lakukan. Allah saja Maha Pengampun, lalu siapa saya hingga berani untuk tidak memaafkan setiap salah? Padahal saya sendiri masih bergelimang kesalahan.
*pemikiran (lagi-lagi) di tengah malam yang sunyi, sepi, sendiri. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar